Jumat, 22 April 2011

STANDAR TV INDONESIA

Untuk tulisan lebih lengkap (dengan gambar, tabel, grafik dll) silahkan buka pada link berikut Standar tv indonesia

Prinsip perencanaan frekuensi
TV Siaran di Indonesia
Denny Setiawan
Direktorat Kelembagaan Internasional
Ditjen Postel-Dephub
Rapat Koordinasi Nasional KPI
Hotel Preanger, Bandung, 2 Desember 2004
2
Latar belakang
 Sejarah
 1970-1997: Dua regulator teknis
 Ditjen RTF-Deppen/RRI: frekuensi RRI, TVRI
 Ditjen Postel: frekuensi Radio Swasta, TV swasta
 1998 – 2001: Deppen bubar, izin di Ditjen Postel
 2001 – 2003: Banyak regulator pemberi izin
 Pemda diberi wewenang memberi izin frekuensi untuk TV
Siaran lokal.
 Ditjen Postel memberi izin frekuensi seperti biasa
 UU No.32 / 2002 Penyiaran
 Pembentukan KPI, wewenang izin siaran ke KPI
 2004:… Transisi KPI, menunggu Peraturan Pemerintah
3
Kronologis Perizinan TV
 TVRI : sejak tahun 1960-an
 TV swasta terbatas dengan dekoder
 RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1987, Kep. Direktur TVRI
 SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1989, Kepdirjen RTF
 TV swasta terbatas tanpa dekoder (free-to-air)
 RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1990, Kepdirjen RTF
 SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1990, Kepdirjen RTF
 Kebijakan 2 programa TVRI dan 5 programa TV swasta nasional -> Kepmen Penerangan
No.04A tahun 1993
 Izin TV nasional untuk RCTI -> 1993, Kepdirjen RTF
 Izin TV nasional untuk SCTV -> 1993, Kepdirjen RTF
 Izin TV nasional untuk ANTEVE, INDOSIAR, TPI -> 1994
 UU No.24 tahun 1997, penyelenggara TV hanya TV nasional
 Kebijakan penambahan 5 programa TV swasta nasional terbatas (Ibu Kota provinsi) ->
Kepmen Penerangan 348 Tahun 1998
 UU No.22 Tahun 1999 dan PP No.25 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
 Keruwetan pemberian Izin TV Siaran lokal dan Radio Siaran lokal
 UU Penyiaran No.32 tahun 2002 disahkan akhir tahun 2002
4
Permasalahan
 Undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002:
 Membuka peluang TV lokal
 Melarang penyelenggaraan TV swasta nasional kecuali berjaringan dengan
televisi lokal.
 Mengizinkan didirikannya lembaga penyiaran komunitas
 Dengan berkembangnya jumlah penyelenggara siaran televisi di
Indonesia, maka yang menjadi masalah penting adalah pengaturan
penggunaan frekuensi saluran.
 Jika semua penyelenggara siaran yang sudah ada dan yang akan
didirikan harus ditampung dalam setiap daerah layanan yang sama
yang berada di setiap ibukota propinsi atau kabupaten, penataan
saluran menjadi sulit, karena penggunaannya tetap harus
mempertimbangkan beberapa persyaratan teknis yang ada untuk
menghindari terjadinya interferensi.
 Teknologi TV Digital dapat memiliki beberapa kelebihan dalam kualitas
dan jumlah program. Kanal untuk TV Digital perlu disiapkan.
5
Perencanaan Frekuensi TV
Siaran di Indonesia
 Perencanaan ini adalah membuat suatu pedoman penataan dan penggunaan
saluran televisi bagi setiap penyelenggara siaran televisi di Indonesia, agar
penggunaan saluran dapat dilakukan secara efisien dan benar, sehingga akan
diperoleh hasil penerimaan siaran yang baik sesuai standard di dalam daerah
jangkauan masing-masing, tanpa adanya gangguan interferensi dari pemancar
atau sumber frekuensi lain yang dapat mengganggu kenyamanan publik
menonton televisi.
 Aturan dan ketentuan yang dipakai dalam perencanaan ini telah
mempertimbangkan berbagai aspek teknis yang berpengaruh pada penerimaan
siaran televisi antara lain sifat propagasi gelombang radio, kondisi geografis
wilayah, standard penerimaan kuat medan yang baik, interferensi dan protection
ratio.
 Dukungan pengalaman lapangan juga sangat membantu untuk memperoleh
hasil perencanaan yang optimal bisa dicapai, tanpa dipengaruhi faktor lain di
luar pertimbangan teknis.
 Wilayah layanan atau jangkauan siaran dari sebuah stasiun pemancar televisi
pada kenyataanya tidak mungkiin dibatasi hanya pada batas wilayah
administratif pemerintahan, karena sifat perambatan gelombang
elektromagnetik, sehingga kemungkinan dapat melewati batas daerah
kabupaten, bahkan batas daerah provinsi.
6
Perencanaan Frekuensi TV Siaran
di Indonesia
 Distribusi kanal frekuensi untuk satu daerah, akan sangat tergantung
dengan daerah lain yang bersebelahan (kurang lebih s/d radius 250 km)
 Kondisi eksisting pengguna TV Siaran (2 programa TVRI dan 5 programa
TV swasta nasional dan 5 programa TV swasta nasional terbatas)
sebetulnya melebihi kapasitas
 Pita VHF, hampir semua kanal frekuensi digunakan TVRI mencakup sekitar
80% wilayah Indonesia
 Pita UHF, master plan frekuensi awal (th.90-an) adalah 7 kanal frekuensi di
setiap wilayah di Indonesia. Akibat kebijakan Deppen th.1998 (5 TV swasta
nasional baru), terpaksa dijatahkan 11 kanal frekuensi untuk Ibu Kota
Provinsi (jatah daerah bersebelahan dengan IKP dikurangi)
 Dasar perencanaan distribusi frekuensi TV siaran adalah kondisi eksisting
pemancar TV siaran, cakupan wilayah layanan yang seluas-luasnya (dapat
meliputi beberapa wilayah kabupaten/kodya, bahkan bisa meliputi beberapa
provinsi), potensi ekonomi serta jumlah pemirsa.
 Untuk daerah yang bersebelahan dengan negara lain (terutama sebagian
besar provinsi di Sumatera, Kalimantan), perlu dikoordinasikan frekuensi
secara bilateral dengan negara tetangga tsb (Malaysia, Singapura, dsb)
7
Prinsip perencanaan frekuensi TV
 Distribusi kanal tergantung parameter teknis, luas wilayah siaran
(termasuk daya pancar, tinggi antena, lokasi, dsb), protection ratio,
spasi frekuensi serta arah gain antena
 Untuk menghitung: jarak minimum antara dua pemancar. Besarnya
bervariasi tergantung parameter teknis.
 Dalam planning, memakai asumsi “di darat, dan datar”. Untuk kondisi
seperti pegunungan, bukit, laut, dsb, ada faktor koreksi, membutuhkan
perhitungan tambahan, juga pengukuran
 Sangat dianjurkan dalam wilayah layanan yang sama, tower pada lokasi
yang sama, karena pemirsa menggunakan antena penerima yang
diarahkan. Bila tower tidak sama, maka pemirsa terpaksa membeli dua
antena, atau siaran penerimaannya tidak optimal.
8
Sejarah perencanaan frekuensi TV UHF
 Thn 1990-an: TVRI dan Ditjen RTF bekerjasama dengan JICA expert
telah membuat plan frekuensi nasional untuk 7 kanal dengan wilayah
siaran nasional
 Thn 1998 – Menpen saat itu meminta dibuka 5 penyelenggara TV baru.
Terpaksa untuk mengakomodasinya, planning diubah tambal sulam.
 Kondisi eksisting:
 Dalam wilayah layanan yang sama, lokasi tower berbeda-beda.
 Lokasi pemancar TVRI dan pemancar TV swasta, banyak yang tidak sama.
Sehingga daerah wilayah layanannya tumpang tindih.
 Sejumlah TV lokal diberikan izin oleh Pemda, frekuensinya tidak terencana
dengan baik
 Thn. 2003 - KM.76 rencana induk TV-UHF: master plan Ditjen RTF
tahun 1990-an dan modifikasi untuk mengakomodasi penambahan TV
di kota-kota besar.
9
Standar TV
 Standar sistem TV berwarna analog: NTSC
(Amerika), PAL (Eropa), SECAM (Jepang)
 Standar TV di Indonesia: VHF: PAL-B, UHF: PAL-G
 Standar sistem suara stereoa di Indonesia: NICAM
 Standar sistem TV digital di dunia: DVB-T (Eropa),
ISDB-T (Jepang), ATSC (Amerika)
 Saat ini Indonesia secara de jure belum
menentukan standar TV Digital. Tetapi secara defacto
untuk TV Kabel dan TV Satelit digital
menggunakan DVB.
10
Kanal frekuensi TV
Pita
Frekuensi
Batas
Frekuensi
(MHz)
Bandwidth
Saluran
(MHz)
Nomor
Saluran
Jumlah
Saluran
VHF Band I 54 – 68 7 2 dan 3 2
VHF Band III 174 – 230 7 4 s/d 11 8
UHF Band IV & V 478 – 806 8 22 s/d 62 41
•Di suatu wilayah layanan, tidak semua kanal bisa digunakan.
•Terdapat sejumlah pembatasan-pembatasan penetapan kanal, antara lain:
•Co-channel interference (n)
•Adjacent-channel interference (n-1 atau n+1)
•Image channel interference (n+5 untuk VHF, n+9 untuk UHF)
•Frekuensi harmonik
11
Pembatasan kanal
Band Saluran yang digunakan Saluran yang dihindari
I 2 3
3 2
III 4 5
5 4 dan 6
N n+1 dan n-1
IVdan V 21 22
22 21 dan 23
N n+1 dan n-1
Adjacent Channel (kanal tetangga)
Band Saluran yag
digunakan
Saluran yang dihindari
VHF 2 4 dan 5
3 5, 7, dan 8
VHF thd UHF 4 27
5 30 dan 32
6 33 dan 35
7 35 dan 37
8 38 dan 40
9 41 dan 43
10 43 dan 45
11 46 dan 48
UHF n tidak ada
Batasan frekuensi harmonik
12
Pengelompokkan kanal TV UHF
di Indonesia
Channel
Group
Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF
A 22 24 26 28 30 32 34
D 23 25 27 29 31 33 35
B 36 38 40 42 44 46 48
E 37 39 41 43 45 47 39
C 50 52 54 56 58 60 62
F 51 53 55 57 59 61 63
13
Protection Ratio
 Protection Ratio adalah nilai minimum perbandingan yang harus
diperoleh antara sinyal yang diinginkan dengan sinyal yang tidak
diinginkan (pengganggu) di suatu daerah layanan, sehingga di
lokasi tersebut dapat diperoleh penerimaan sinyal televisi dengan
kualitas yang baik.
 Co-channel protection ratio TV Analog
Non Nominal Offset Precision Offset Precision Offset
(Line Frequency) T
(dB)
C
(dB)
Frequency Offset T
(dB)
C
(dB)
Frequency Offset
0 45 52 0 - - -
-4 / 12 30 40 -26.000 Hz 22 22 -26.025 Hz
-8 / 12 30 40 -52.000 Hz 22 27 -52.050 Hz
Adjacent Channel Protection Ratio
Lower Adjacent Channel -9 dB
Upper Adjacent Channel -12 dB
 Adjacent channel protection ratio TV Analog
14
Nilai field strength
minimum dan maksimum
 Batas jangkauan suatu pemancar televisi ditentukan oleh nilai
minimal penerimaan kuat medan (field strength) sinyal gambar.
Sesuai rekomendasi ITU-R BT.417, besarnya kuat medan dalam
(dBV/m) terlihat pada tabel berikut.
 Nilai field strength tersebut diperhitungkan untuk titik jangkauan
terjauh dari lokasi pemancar.
 Maksimum field strength yang diperbolehkan dalam suatu service area
adalah > 110 dBμV/m yang diterima oleh lebih dari 1 % populasi dalam
service area tersebut, atau > 120 dBμV/m yang diterima oleh lebih dari
0,1 % populasi dalam service area tersebut atau tidak lebih dari 100
orang.
Band I Band III Band IV Band V
48 55 65 70
15
Penempatan lokasi pemancar
 Letak lokasi pemancar dan ERP yang diusulkan sebaiknya
direncanakan sedemikian rupa sehingga akan dicapai kuat medan
maksimum sebagaimana yang dipersyaratkan, dan tidak menimbulkan
gangguan interferensi di daerah layanan lain. Sebagai catatan layanan
penyiaran televisi dengan daya yang tinggi dapat menyebabkan
interferensi yang serius pada layanan komunikasi, meskipun layanan
televisi telah memenuhi semua persyaratan teknis seperti radiasi di luar
band, dan telah dipisahkan dengan baik dari layanan lain.
 Di dalam suatu daerah layanan, sebaiknya pemancar televisi baru
berada co-located dengan pemancar televisi dan radio FM-VHF yang
ada, dan juga sebaiknya dapat menggunakan fasilitas (menara, antena)
secara bersama terutama jika layanan yang akan diberikan berada
pada daerah yang sama.
 Apabila beberapa stasiun pemancar berada dalam satu lokasi tetapi
tidak menggunakan fasilitas antena dan menara secara bersama, maka
jarak orientasi dan tingginya harus dibuat sedemikian rupa untuk
mencegah terjadinya refleksi dan re-radiasi.
16
Prinsip perencanaan frekuensi
TV UHF
 Kanal UHF: Ch. 22-62 (41 kanal)
 Dalam satu wilayah layanan yang sama, untuk TV analog:
 Tidak bisa adjacent channel (kanal sebelahnya)
 Hindari selisih kanal 9, image-channel interference
 Kombinasi kanal genap dan kanal ganjil saja
 Jumlah maksimum teoritis dalam satu wilayah layanan terisolasi adalah 41:2 =
20 s/d 21 kanal. Tetapi tidak bisa semuanya digunakan, karena diperlukan untuk
mengakomodasi daerah layanan sekitarnya, serta juga untuk jatah gap filler.
Gap filler pemancar daya pancar kecil untuk menutup blank spot karena ada
halangan (gunung, gedung tinggi, dsb).
 Di ibu kota propinsi, sepanjang memungkinkan, jumlah maksimum, dengan
mempertimbangkan 7 kanal untuk jatah daerah sekitar lokasi tersebut, adalah
maksimum menjadi 14 kanal. (mengambil jatah daerah yg bersebelahan)
 Dari 14 kanal, perlu dipertimbangkan 2 kanal untuk jatah TV digital.
 Catatan: Ch.22-25, di beberapa daerah digunakan penyelenggara selular
analog NMT-470 (Mobisel). Perlu dikaji seksama agar tidak interferensi. Hal ini
dapat mengurangi jumlah kanal yang dapat digunakan.
17
Dasar perhitungan #1
 Planning : Rekomendasi ITU-R BT.417
 Fieldstrength minimum :
 Band IV : 65 dBV/m
 Band V : 70 dBV/m
 Protection Ratio (dB)
 Steady Tropo
 Co-channel : 52 45
 Co-channel offset +4/-4 : 40 30
 Lower Adjacent : 1 -9
 Upper Adjacent : -2 -12
 Image Channel (N+9) : 9 -1
 Prediksi propagasi : Rekomendasi ITU-R P.370 yang
diperbaharui dengan P.1546
18
Dasar perhitungan #2
 Asumsi :
 Tinggi antena penerima pengukuran : 10 m
 Tinggi efektif antena pemancar: EHAAT=100m
 Keandalan penerimaan sinyal :
 50 % location
 50 % time
 Terrain : Darat, datar
 Pengelompokkan kelas pemancar
 Low Power, ERP daya sistem pemancar di bawah 1 kW
 Medium Power, ERP daya sistem pemancar di atas 1 kW s/d 50
kW
 High Power, ERP daya sistem pemancar di atas 50 kW
19
PENGUKURAN EHAAT
EHAAT
3 15
TINGGI RATA-RATA
PERMUKAAN TANAH
0 TINGGI ANTENA
EHAAT : EFFEKTIF HIGH ABOVE AVERAGE TERRAIN
(TINGGI EFEKTIF YANG DIUKUR DARI RATA-RATA PERMUKAAN TANAH)
km
20
PERHITUNGAN ERP
ERP (dBkW)
(kW)
ERP = Ptx – Lfeed + Gantena
TRANSMITTER
POWER TX (kW)
(dBkW)
LOSS FEEDER (dB)
GAIN ANT (dB)
dBkW = 10 Log (kW)
(kW) = 10 ^ (dBkW/10)
21
Jarak aman minimum
 Pemancar yang berada di lokasi A dapat menjangkau wilayah
disekitarnya dengan jarak radius R1 yang dapat menerima field
strength pada ujung R1 = 74 dBuv/m ; jarak radius R2 dengan field
strength pada ujung R2 = 65 dBuv/m ; jarak radius R3 yang dengan
field strength pada ujung R3 = 13 dBuv/m;
R 3
R 2
R 1
Tx A
22
Jarak minimum co-channel pada
perencanaan kanal TV
• Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi co-channel harus memenuhi
co-channel protection ratio sebesar 52 dB. Jarak tersebut sama dengan jarak
R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dBuv/m (R2A) ditambah jarak R3
dari pemancar B yang dapat menerima 13 dBuv/m (R3B) = R2A + R3B.
R 1
R 2
R 3 R 2
Tx B C Tx A
23
Jarak minimum co-channel pada
perencanaan kanal TV
ERP
Pemancar
N Pemancar A Pemancar B
O
A B R2A R3A R2B R3B
R1A +
R1B
R1A +
R2B
Jarak
Aman
1 Low Low 15 km 100 km 15 km 100 km 115 km 115 km 115 km
2 Low Med 15 km 100 km 30 km 200 km 215 km 130 km 215 km
3 Low High 15 km 100 km 60 km 500 km 515 km 160 km 515 km
4 Med Med 30 km 200 km 30 km 200 km 230 km 230 km 230 km
5 Med High 30 km 200 km 60 km 500 km 530 km 260 km 530 km
6 High High 60 km 500 km 60 km 500 km 560 km 560 km 560 km
24
Jarak minimum adjacent-channel pada
perencanaan kanal TV
• Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi adjacent-channel harus
memenuhi adjacent-channel protection ratio sebesar -9 dB. Jarak tersebut
sama dengan jarak R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dBuv/m
(R2A) ditambah jarak R1 dari pemancar B yang dapat menerima 74 dBuv/m
(R1B) = R2A + R1B.
R 1
R 2
R 3
Tx B Tx A
R 2
25
Jarak minimum adjacent-channel pada
perencanaan kanal TV
ERP
Pemancar
N Pemancar A Pemancar B
O
A B R1A R2A R1B R2B
R1A +
R1B
R1A +
R2B
Jarak
Aman
1 Low Low 8 km 15 km 8 km 15 km 23 km 23 km 23 km
2 Low Med 8 km 15 km 20 km 30 km 38 km 35 km 38 km
3 Low High 8 km 15 km 45 km 60 km 56 km 60 km 60 km
4 Med Med 20 km 30 km 20 km 30 km 50 km 50 km 50 km
5 Med High 20 km 30 km 45 km 60 km 80 km 75 km 80 km
6 High High 45 km 60 km 45 km 60 km 105 km 105 km 105 km
26
PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (1/2)
PEMBATASAN PE
NETAPAN SALU
RAN FREK
41 saluran
frekuensi
Mencegah gangguan interferensi :
-co channel interference (n)
-adjacent channel interference
(n+1/n-1)
-image channel interference (n+9)
-frekuensi harmonisa
PERENCANAAN
SCR NAS
Kondisi geografis wil Ind :
-Negara kepulauan
-Dibatasi pegunungan
-Pemisahan wil :
Utara-Selatan (P. Jawa)
Barat-Timur (Sumatra,Sul)
PERENCANAAN
SALURAN LINIER
27
PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (2/2)
PERENCANAAN
SALURAN LINIER
PERTIMBANGAN
KONDISI NYATA
-Penyelenggara TV Eksisting
-Survey Propagasi Gelombang
Frek radio  Jangkauan daerah
layanan
-Kriteria teknis jangkauan layanan
(standar kuat medan
penerimaan,referensi penerimaan,
rasio proteksi saluran)
GRUP
SALURAN
PETA
DAERAH
LAYANAN
PETA
ALOKASI
SAL FREK
TV UHF
28
PEMANCAR
Batas Max Kuat Medan
DAYA KELUARAN
ANTENA (ERP)
Titik terluar daerah
layanan (test point)
SKEMA JANGKAUAN
Grup Saluran Frek
29
 Pengelompokan dasar dalam 6 grup
(A,B,C,D,E,F) untuk kebutuhan 7 saluran di
tiap wilayah
 Untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 7
saluran per wilayah dapat mengambil jatah
saluran dari wilayah tetangga  konsekuensi
logis jika tidak dapat dilakukan pengulangan
sal frekuensi yang sama, akan mengurangi
jatah sal frekuensi di wilayah tetangga tsb
GRUP SALURAN FREKUENSI
30
Prosedur penetapan kanal
frekuensi
 Sesuai pola dasar (7 kanal utama) – Group kanal
 Ditentukan wilayah layanan sesuai dengan Master Plan TV UHF.
 Dipilih lokasi pemancar yang sesuai
 Dihitung ERP pemancar yang tidak menyebabkan melebihi batasan yang ditentukan.
 Di luar pola dasar (7 kanal utama)
 Penambahan kanal untuk pemancar berdaya pancar besar
 Dalam keadaan yang memaksa di satu wilayah siaran dapat ditambah saluran baru di
luar 7 (tujuh) saluran yang telah direncanakan.
 Dengan digunakannya saluran yang direncanakan untuk wilayah lain mengakibatkan
berkurangnya jumlah saluran, atau bahkan tidak ada lagi saluran yang bisa digunakan di
wilayah tersebut. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa jumlah stasiun pemancar baru
yang bisa dibangun di daerah tersebut akan berkurang dari 7 saluran yang disediakan,
sehingga mungkin perlu dilakukan seleksi atau pertimbangan lain yang lebih luas bagi
penyelenggara siaran yang mengajukan usulan baru.
 Penambahan kanal untuk gap filler dan TV komunitas (low power)
 Stasiun penyiaran gap filler dan TV komunitas tidak selalu ada disetiap wilayah,
melainkan hanya ada di wilayah tertentu, yaitu wilayah dimana komunitas tersebut
tinggal.
 Dengan demikian kebutuhan frekuensi saluran untuk mengatasi blank spot (gap filler)
dan penyiaran komunitas memiliki kesamaan, yaitu untuk service area yang tidak luas,
dan tidak harus ada di seluruh wilayah nasional. Karena itu proses penetapan frekuensi
saluran TV untuk keperluan blank spot (gap filler) dan penyiaran TV komunitas dilakukan
diluar Pola Dasar.
31
PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JABOTABEK DAN
JABAR
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
32
Bandung,Pad,Cim
ahi,Cianjur
Group B & C
36,38,40,42,44,46
,48,50,52,54,56,5
8,60,62
Cilegon
Group F
55,59,61
Pandeglang
Group C
50,52,54,56
,58,60,62
Malingping
Group A
22,24,26,28
,30,32,34
Pelbhan Ratu
Group D
25,33,35
Sukabumi
Group A
22,24,26,28
,30,32,34
Cianjur Selatan
Group E
37,39,41,43,45,
47,49
Jabotabek
Group D, E,, & F
23,27,29,31,37,39,4
1,43,45,47,49,
51,53,57
Purwakarta
Group F
55,59,61
Cirebon,Indramayu
,Kuningan
Group B
36,38,40,
42,44,46,48
Garut,Tasik,Ciamis
Group A
22,24,26,28,30,32,3
4
CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JABOTABEK
DAN JABAR
KET :
Bold : Kanal Tambahan u/ menjadi
11 kanal
Kanal UHF 22-62 = 41 kanal
Grup A : 22,24,26,28,30,32,34
Grup B : 36,38,40,42,44,46,48
Grup C : 50,52,54,56,58,60,62
Grup D : 23,35,37,39,31,33,35
Grup E : 37,39,41,43,45,47,49
Grup F : 51,53,55,57,59,61
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
33
PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JATENG DAN
JOGYAKARTA
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
34
Purwokerto,Bymas,
Prbalingga,Kbmen,
Cilacap
Group E
37,39,41,43,45,47,4
9
Brebes,Tegal,Pmala
ng,Pekalongan
Group F
51,53,57,59,61
Purworejo
Group F
51,53,55,57,
59,61
Magelang,Salat
iga,Temanggun
g
Group C
50,52,54,56,58,
60,62
Semarang,Kendal,U
ngaran,Demak,Kudu
s
Group D & E
23,25,27,29,31,33,3
5
37,39,41,43,45,47,4
9
Jepara
Group F
51,53,55,57
,61
Blora,Cepu
Group C
50,52,54,56,58,
60,62
Jogyakarta,Solo,Sleman,Wte
s
Group A & B
22,24,26,28,30,32,34,36,38,
40,42,44,46,48
CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATENG
& JOGYAKARTA
Solo,Klaten,Kanyar,
Wgiri,Blali
Group B
44,46,48
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
35
CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATIM
Madiun,Ngaw
iMgtan,Progo
Group B
36,38,40,42,4
4,46,48
Pacitan
Group D
23,25,27,29,31
33,35
Trenggalek
Group C
50.52,54,56,58,
60,62
Surabaya,Lamongan,
Gresik,Mojokto,Pas
uruan,Bangkalan
Group A&C
22,24,26,28,30,32,3
4
50,52,54,56,58,60,6
2
Tuban,Bojonegor
o
Group E
37,39,41,43,45,47
,49
Kediri,Pare,Ktsono,
Jomb,Blitar,Tagung
Group F
51,53,55,57,61
Jember
Group C
50,52,54,56,5
8,60
Malang
Group B
36,38,40,42
,44,46,48
Situbondo
Group E
37,39,41,43,4
5,47,49
Banyuwangi
Group B
36,38,40,42,4
4,46,48
Pamekasan,
Sumenep
Group B
36,38,40,42,44,46,48
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
36
Usulan Kebijakan Perizinan Frekuensi
TV Siaran dari sisi teknis
 Kemungkinan kanal frekuensi TV sangat terbatas (dibandingkan FM). Untuk band UHF
maksimal 12 s/d 13 kanal TV analog, 1 kanal TV digital untuk wilayah layanan ibu kota
provinsi. Dan 7 kanal TV analog untuk wilayah lainnya.
 Mengingat jatah frekuensi di berbagai daerah sangat terbatas, perlu dilakukan seleksi.
Peminat frekuensi tsb termasuk penyelenggara TV Swasta Nasional, TVRI dan calon TV
lokal.
 Untuk TV komunitas dan gap filler harus dikaji secara hati-hati
 Pada proses perizinan frekuensi TV perlu dibentuk suatu tim seleksi yang melibatkan
unsur-unsur terkait seperti KPI, Ditjen Postel-Dephub, Menteri Negara Komunikasi dan
Informatika, serta Pemerintah Daerah.
 Tim seleksi dalam penentuan pemenang seleksi izin frekuensi pengembangan TV swasta
nasional dan/atau TVRI, dapat mencantumkan persyaratan yang spesifik berdasarkan
kebutuhan daerah, misalnya:
 Kewajiban menyiarkan sebagian waktu tayang untuk programa daerah, budaya, pembangunan, dsb
 Kewajiban memiliki studio di daerah, untuk memungkinkan penyiaran programa daerah, dsb
 Untuk pembangunan TV Siaran baru, tim seleksi dapat mengarahkan lokasi menara
pemancar di tempat yang berdekatan, atau lebih baik lagi kalau bisa beberapa pemancar
TV (dan juga FM) pada 1 menara.
 Menghemat biaya investasi, memudahkan tata ruang/tata kota
 Masyarakat hanya perlu mengarahkan 1 antena ke arah yang sama
 WIlayah layanan tidak akan tumpang tindih, sehingga konsisten dengan perencanaan frekuensi
37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ucx','_assdop');